Wednesday, September 21, 2011

Kisah Kisruh SMA 6 dan Wartawan

Pertama-tama, tulisan di blog ini gue tulis karena berita di media gak berimbang. Posisi kita di media sekarang kayak "Dikepung dan dipojokkan". Dan tulisan ini berdasarkan apa yang gue liat dengan mata kepala gue sendiri di tkp.

Senin, 19 Mei 2011. 
Pukul 10:00, bel bunyi tanda istirahat. Gue ke kantin mau makan, abis ulangan geografi. Diperjalanan ke kantin, kita ngeliat ada wartawan di depan gerbang sekolah, katanya sih abis ketemu kepala sekolah ngomongin tentang perampasan kaset wartawan trans 7, Oktaviardi.

Pukul 11:30 kita pulang sekolah, mereka ada di gerbang ke-2. Posisi gerbang, kira-kira kayak gini:


Siswa tertahan didalem gerbang 2, karena wartawan ada didepan gerbang 2. Pas kita mulai keluar, salah satu siswa diambil wartawan. Anak-anak didalem teriak 'Woy temen gue tuh!!'. Suasana chaos, tapi reda karna guru (terutama Pak. Tateng) teriak 'Hush, udah udah!!' Pas suasana mulai tenang, anak-anak dibolehin pulang. 

"Pelemparan soto oleh oknum wartawan" 
Pas jalan pulang, gue denger suara 'Praaaaankkkk!!' dari arah depan sekolah. Gue ngeliat sendiri bihun-bihun yang berceceran di depan gerbang. Mangkok soto dilempar ke guru kami tercinta, Pak.Denny. Hampir bisa dipastiin 100% kalo mangkok soto itu dilempar oleh wartawan. Karena letak penjual soto itu di luar, sedangkan siswa SMA 6 gak bisa beli makanan di luar. Suasana chaos, anak-anak lari ke arah taman ngebantu temen-temennya yang kena pukul wartawan. Guru kami, Bu.Husni teriak-teriak 'Pak, itu anakku pak dipukul pak tolongin pak!' Guru-guru lain seperti Pak.Darmidi, Pak.Agus dll juga ikut melerai. Jadi, berita yang beredar kalo guru memprovokasi siswa, itu salah besar. 

"SMA 6 tidak menghargai tamu, yaitu wartawan"
Yak, kalimat itu tercetus dari dewan pers. Jadi, sebenernya pihak Oktaviardi udah ke kepala SMA 6 ngomongin tentang penganiayaan dan perampasan kaset yang menurutnya dilakuin siswa SMA 6, dan udah mencapai titik temu. Dan pasti pihak SMA 6 dan guru BP bakal nyelidikin. Tapi, puluhan oknum wartawan melakukan (yang katanya sih) "aksi damai" , atau bisa dibilang "Unjuk Rasa" yg tanpa seizin pihak kepolisian. Hmm, jadi kita udah menghargai tamu kok. Tapi, apa wajar kalo kita menghargai orang yang udah melecehkan guru kami dengan mangkok soto? Apa wajar kami menghargai orang yang udah nginjek gapura sekolah tempat kami mencari ilmu? Gue kira kalian bisa nyimpulin sendiri siapa yang memulai masalah ini.

"Ada metode pendidikan yang salah di SMA 6"
Pernyataan itu salah banget. Perlu dicamkan dan digaris bawahi, di SMA 6 kita selalu diajarin sopan santun, guru juga selalu aktif ngelarang kita tawuran. Setiap ada yang tawuran, siswa dipanggil ke ruang serbaguna buat dikasih penyuluhan. Dan sanksi-nya mulai dari dapet poin, di skors, sampe dikeluarin dari sekolah. Dari pihak kepolisian, juga sering ngasih penyuluhan narkoba, tentang tawuran, dan mereka juga beberapa kali ikut upacara di sekolah kami. 

"Berita di Media yang menyudutkan SMA 6"
Di berita, selalu cuma wartawan yang di expose luka-luka. Ada 4 wartawan yang luka, padahal ada sekitar 10 anak SMA 6 dan guru luka-luka. Tapi, apa pernah mereka nayangin siswa & guru yang luka-luka? Gak pernah, mereka cuma nyampein berita dari satu sisi. Padahal pas bentrok, wartawan ngelemparin kita pake helm milik siswa yang diparkir dijalanan. 

(Sumber : @narresh_)

Jadi intinya, berita yang bilang 'SMA 6 Serang Wartawan' itu salah banget. Dan kedua pihak punya kesalahan masing-masing. Wartawan salah, dan siswa juga salah karna terpancing emosi. Pertikaian ini terjadi karena ada pihak-pihak yang memprovokasi. Dan mungkin provokator-provokator tertawa diatas permasalahan ini. Akhir kata, apalah arti kata 'Permusuhan' jika ada 'Perdamaian'? Yuk damai! :)

Sekian dan Terima Nasib..